Payakumbuh - Atensinews.co.
Pelantikan pejabat eselon II pada Kamis, 16 Oktober 2025, menggemparkan Kota Payakumbuh. Sorotan utama tertuju pada ketidakhadiran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) – perwakilan kepolisian, Komandan Distrik Militer (Dandim), kejaksaan, dan pengadilan.
"Kok bisa Forkopimda tidak hadir? Ada apa ini?" tanya tokoh masalah kota Payakumbuh menyiratkan kebingungan publik.
Kejanggalan diperparah dengan dilantiknya seorang pejabat yang tengah menghadapi proses hukum terkait dugaan penghinaan. Hal ini memicu pertanyaan besar di kalangan masyarakat tentang transparansi dan keadilan.
"Anehnya, yang dilantik ini dalam proses pelaporan kasus penghinaan, sementara pelapor sudah menghadirkan saksi. Ada apa dengan Walikota?" ujar Om Saii, tokoh masyarakat Kota Payakumbuh, dengan nada heran.
Om Saii menyoroti kasus Dewi Centong yang masih berproses di kepolisian, menambah daftar pertanyaan yang belum terjawab.
Hingga saat ini, belum ada klarifikasi resmi dari Pemerintah Kota Payakumbuh terkait ketidakhadiran Forkopimda dan pelantikan pejabat bermasalah hukum. Masyarakat Payakumbuh menanti penjelasan transparan dari Walikota.
"Semoga Walikota memberikan penjelasan agar tidak timbul spekulasi," harap Om Saii.
Di tengah polemik ini, nilai kearifan lokal raso pareso (rasa memiliki dan peduli) kembali digaungkan. Ketidakhadiran Forkopimda, meski tidak diwajibkan secara hukum, tetap menimbulkan tanda tanya. Adat Basandi sarak, sarak basandi kitabullah (hidup berdasarkan agama dan adat), menjadi pengingat pentingnya raso pareso dalam kehidupan bermasyarakat di Sumatera Barat.
Masyarakat Payakumbuh berharap agar pemerintah daerah segera memberikan jawaban yang jelas dan transparan untuk memulihkan kepercayaan publik.
( Red )
0 Komentar