Jakarta - Atensinews.co.
Amanah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, di tengah fenomena saat ini, kita menyaksikan paradoks yang mencolok dimana sebagian besar rakyat harus berjuang mati-matian untuk sekadar bertahan hidup, sementara segelintir elite politik sibuk bagi-bagi kue kekuasaan di BUMN menikmati privilege dengan gaji luar biasa besar.
"Kaukus Muda Anti Korupsi (KAMAKSI) menilai besarnya gaji direksi dan komisaris BUMN yang sangat besar bertentangan dengan amanah UUD 1945 dan cerminan luka keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Fenomena paling nyata terlihat dalam struktur kepemimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN sejatinya diciptakan sebagai instrumen negara untuk menyejahterakan rakyat. Tetapi, kursi komisaris dan direksi BUMN berubah menjadi ruang eksklusif bagi elite politik dan kroninya, lengkap dengan gaji miliaran, tunjangan berlapis, dan fasilitas mewah. Parahnya lagi, penunjukan sejumlah komisaris tidak berbasis kompetensi. Hal tersebut dikhawatirkan melemahkan fungsi pengawasan dan hanya membebani keuangan negara. BUMN menjelma menjadi lumbung kekuasaan, kursi komisaris dan direksi tidak lagi semata-mata diisi oleh profesional berintegritas, melainkan oleh orang-orang yang memiliki kedekatan dengan penguasa. Dari relawan politik hingga figur partai, dari pejabat purnabakti hingga kerabat elite, banyak yang mendapat kursi nyaman di dewan komisaris atau direksi. Di sinilah persoalan bermula, BUMN yang seharusnya dikelola dengan prinsip amanah publik, berubah menjadi arena distribusi rente. Privilege yang lahir dari kursi bagi-bagi kekuasaan bukan saja merugikan negara secara finansial, tetapi juga melukai rasa keadilan sosial. Negara harus hadir menyejahterakan rakyat Indonesia sesuai amanah Konstitusi dan Pancasila. Saatnya reformasi total gaji besar direksi dan komisaris BUMN yang melukai rasa keadilan sosial. Pemerintah didesak segera evaluasi total besaran gaji Direksi dan Komisaris BUMN," tegas Joko Priyoski Ketua Umum DPP KAMAKSI.
*Ketimpangan Sosial yang Terstruktur*
Dalam teori ekonomi politik, privilege adalah sumber utama ketidak adilan. Ketika jabatan dan sumber daya manusia ditentukan oleh kedekatan dengan kekuasaan, lahirlah kelas elite birokrasi yang hidup di atas penderitaan rakyat.
"Fenomena ini terlihat jelas sejak era Orde Baru, BUMN sudah menjadi arena pembagian rente. Reformasi 1998 diharapkan memutus rantai itu, tetapi kenyataannya praktiknya semakin mengakar. BUMN tetap dijadikan “kue” politik, rugi ditanggung negara, untung dinikmati para elite. Lebih tragis lagi, disinyalir munculnya dugaan istri Direksi Jasa Raharja ikut cawe-cawe urusan dinas dengan menggunakan fasilitas negara. BUMN bukanlah perusahaan warisan keluarga, sudah seharusnya Pemerintah bertindak tegas dengan mencopot Direksi BUMN yang disinyalir melibatkan keluarga dalam perusahaan negara," desak Aktivis KAMAKSI di Jakarta.
*Reformasi Total Tata Kelola BUMN*
BUMN yang memberikan gaji besar kepada direksi dan komisarisnya justru masih bergantung pada penyertaan modal negara (PMN), alias uang rakyat. Maka logika yang terbentuk adalah kerugian ditanggung rakyat, tetapi elite BUMN tetap menikmati gaji besar dan fasililtas mewah. Apa gunanya digaji besar dari uang rakyat namun praktik korupsi di BUMN terus terjadi?" kritik Jojo sapaan akrab Joko Priyoski
"Pertanyaan paling mendasar pun lahir, apakah ini wujud keadilan sosial yang dijanjikan? Ataukah ini justru bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita pendiri bangsa? KAMAKSI mendukung Presiden Prabowo tegas melakukan reformasi total tata kelola BUMN, tidak layak direksi dan komisaris BUMN diberikan gaji besar disaat rakyat terhimpit ekonomi dan kesejahteraan sosial hanya sebatas retorika," pungkasnya.
AR
0 Komentar